Kamis, 23 Juli 2009

my new entri


That’s where you find love

Dear Annie anakku...

Apa kabar, sayang? Bagaimana keadaanmu di sana? Ronald kecilku baik-baik saja, bukan? Kalau kau menanyakan kabar ayah, ayah baik-baik saja di sini. Tidak pernah merasa sebaik ini. Tapi ayah tidak memungkiri kalau di sini sepi sekali. Ayah rindu dengan tawa kecilmu yang riang itu, senyummu yang manis seperti ibumu, masakanmu yang lezat... Tanpa terasa kalau kau sudah tumbuh besar dan sudah tidak mendampingiku seperti dulu lagi.

Annie sayangku...

Ayah sudah hampir tujuh puluh tahun hidup di dunia ini. Dan ayah merasa sudah mendapatkan semua yang ayah inginkan di dunia ini. Ayah bersyukur hidup di tengah-tengah kesederhanaan bersama orang tuaku dulu, yang mengajarkan pada kami bahwa materi bukan segala-galanya di dunia ini. Ayah bersyukur dicintai oleh seorang wanita yang hebat seperti ibumu, yang sangat menghargai ayah dan mau menerima ayah apa adanya, sesuatu yang jarang sekali dilakukan oleh gadis-gadis kebanyakan. Dan ayah sangat berterimakasih pada-Nya karena telah mendatangkan seorang malaikat kecil padaku di saat aku kehilangan seseorang yang sangat aku sayangi di dunia ini.

Dan Annie sayang...

Kurasa ayah sudah siap kalau suatu saat Dia mengakhiri kehidupanku di dunia ini. Kalau bisa dibilang, mungkin hidupku sekarang hanya untuk menunggu kematian yang ayah pun tidak tahu kapan datangnya itu. Tapi kalau pun Dia menghendaki ayah untuk meninggalkan dunia yang fana ini sekarang, ayah sudah siap. Ayah sudah mendapatkan apa-apa yang diinginkan oleh semua pria di dunia ini, meski pun banyak orang berpandangan kalau ayah belum memiliki segalanya, tapi ayah sudah puas dengan semua ini. Dan rasanya tidak adil kalau ayah harus meninggalkan semuanya ini tanpa memberitahukan pada semua orang termasuk anak perempuanku satu-satunya yang kini entah berada di mana dengan keluarga kecilnya itu, bahwa Dia sudah memberiku banyak kesempatan berharga di dunia ini.

Annie kecilku...

Mungkin kamu sudah terlalu banyak mendengar kisah tentang ibumu dari orang lain, anakku... Tapi kau belum pernah melihat aku menceritakan padamu sendiri ‘kan? Maafkan aku, ayah terlalu takut untuk merasa terpuruk lagi kalau ayah mengingat segala sesuatu tentangnya. Tapi jangan khawatir, kali ini ayah akan menceritakan semuanya. Agar kau tahu, bahwa ibumu adalah wanita yang mengagumkan. Ada banyak pengalaman yang berharga yang tidak bisa ayah lupakan begitu saja. Pengalaman-pengalaman itulah yang membuat ayah bisa seperti sekarang, ayah bisa menghadapi semuanya dengan tersenyum dan bukannya berteriak-teriak marah. Dan salah satunya adalah saat ayah mulai menemukan arti cinta sejati yang selalu ayah sebut-sebut itu.

Anakku sayang...

Semua bermula dari pertemuanku dengan ibumu. Aku bertemu dengan Nicole di tempat kerjaku pertama dulu, sebuah kantor penerbitan. Tapi kami berbeda profesi, dia tidak bekerja seperti aku, lebih tepatnya dia hanya numpang kerja saja. Nicole adalah gadis yang biasa-biasa saja, tidak secantik gadis-gadis kebanyakan. Bahkan bisa dibilang, dia gadis yang dingin dan tidak banyak bicara. Saat melihatnya pertama kali, ayah tidak begitu memperhatikannya. Tapi lama kelamaan ayah menyadari ada sesuatu dalam dirinya yang menarik perhatian ayah. Entahlah, ayah juga tidak tahu apa itu. Dia berhasil membuat ayah terjebak dalam sebuah dilema yang membingungkan. Siapa yang tidak? Anakku, bayangkan... saat itu ayah sudah bertunangan dengan seorang gadis dan sudah hampir melangsungkan pernikahan beberapa bulan lagi dan seharusnya yang ada dalam benak ayah adalah gadis calon istriku itu dan bukannya orang lain. Tapi Nicole berhasil membuatku terus memikirkannya tanpa sebab yang jelas. Kami bahkan tidak saling kenal dan belum pernah bicara satu sama lain. Lalu apa yang membuatku seperti itu?

Ayah hampir gila saat itu. Ayah memang tidak begitu mencintai gadis yang sudah menjadi tunangan ayah itu, gadis itu adalah pilihan orang tuaku dan bukannya pilihanku sendiri. Sangat menyebalkan memang. Tapi yang ada dalam pikiran ayah saat itu adalah demi orang tua. Gadis itu memang cantik, tapi dia tidak bisa menarik perhatianku seperti Nicole. Selama beberapa hari yang memenuhi pikiranku adalah Nicole. Dua tahun kami bekerja di tempat yang sama, tapi kata-kata “hai” saja belum pernah terucap dari bibir kami masing-masing. Kalau berpapasan di jalan, kami hanya saling bertatapan dan tidak mengucapkan sepatah katapun.

Annie-ku yang kusayangi...

Kalau kau membaca ini, mungkin kau akan tertawa sendiri karena ternyata ayahmu yang kau kenal sebagai seorang yang gagah berani, bisa hampir gila karena seorang gadis. Karena Ayah merasa kalau ayah akan menjadi benar-benar gila kalau begini terus menerus, maka ayah memutuskan menceritakannya pada orang lain. Dia adalah Paman Ed-mu, yang dulu adalah sahabat dekat ayah. Ayah menceritakan semuanya padanya. Dan, anakku, kau tahu apa jawaban Ed?

“Kau sedang jatuh cinta, Dave... Dan gadis yang beruntung itu adalah Nicole dan bukannya Leslie, gadis tunanganmu itu...”

“Kenapa kau bisa berkata seperti?” tanya Ayah saat itu. Ed menjawab dengan enteng,

“Jelas saja, kalau tidak kenapa kau terus memikirkannya? Dan kenapa kau merasa selalu berdebar-debar kalau secara kebetulan dia lewat di depanmu? Dan kenapa kau berusaha mencuri pandang ke arahnya terus? Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan selama ini? Akui saja, Dave, kau mencintai gadis ini... Kau harus jujur pada perasaanmu sendiri...”

Kalau memang ayah harus berkata jujur, Ann... Ayah memang mencintai Nicole, dari pertama kali kami bertemu di tempat itu. Tapi bagaimana aku harus mengatakan pada Leslie kalau ternyata selama ini aku tidak mencintainya? Dan bagaimana aku menghadapi orang tuaku dan mengatakan pada mereka kalau gadis yang ingin kunikahi bukan Leslie? Sekali lagi aku menceritakannya pada Ed.

“Kau tidak perlu memutuskan pertunanganmu, Dave... Kau hanya ingin perasaanmu yang sebenarnya diketahui oleh Nicole, bukan? Kau tahu, aku mendengar seseorang pernah berkata, bahwa perasaan kita yang sebenarnya diketahui oleh orang yang kita suka, itu sudah cukup menyenangkan. Kau akan bisa memulai semuanya dengan normal lagi kalau kau sudah merasa lega dan tidak terbebani lagi, bung...”

Aku memikirkan kata-kata Ed dan berpikir apa salahnya mencoba.

Malaikat kecilku yang manis...

Kau pasti sudah menduga apa yang terjadi selanjutnya. Yeah, ayah mengatakan perasaanku yang sebenarnya pada Nicole. Dan kau tahu apa reaksinya? Nicole tercengang dan menatapku tak percaya. Ayah sudah siap kalau saat itu akan menerima tamparan keras mendarat di pipiku. Ayah mengatakan semuanya, bahwa selama ini ayah mencintainya tapi di sisi lain ayah sudah bertunangan dengan seorang gadis. Dan kupikir hal itu akan membuatnya kesal, karena sembarangan mengartikan kata cinta. Tapi semua yang ayah bayangkan berbalik 180° dengan apa yang terjadi selanjutnya.

Nicole tersenyum kecil setelah mendengar penjelasan ayah dan jawabannya selanjutnya malah membuat ayah merasa semakin terpuruk saja.

“Aku juga mencintaimu sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Kau pikir kenapa selama ini aku tidak pernah menegurmu? Itu karena aku tidak berani saja, takut kalau kau akan mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Tapi, terimakasih, ya? Mengetahui bahwa ternyata seseorang yang kita cintai juga merasakan hal yang sama adalah sesuatu yang luar biasa...”

Annie sayang, sekarang kau tahu ‘kan kenapa Ayah selalu mengatakan bahwa ibumu adalah orang yang mengagumkan?

Dan yang terjadi selanjutnya adalah sesuatu paling gila yang pernah Ayah lakukan seumur hidup. Ayah pulang ke rumah dan mengatakan pada orang tuaku bahwa ayah tidak bisa melanjutkan pertunangan ini. Ayah sudah bisa menduga kalau orang tuaku pasti akan marah besar. Tapi kalau ayah masih ingin bertahan untuk melanjutkan sesuatu yang tidak ayah sukai dan mungkin tidak pernah akan ayah sukai, mungkin ayah akan menyesal suatu saat. Saat ayah mengatakan pada Leslie tentang keputusanku untuk tidak melanjutkan pertunangan ini, dia seperti tersambar petir saat itu. Ayah tahu dia sudah terlanjur mencintai ayah. Dan ayah jujur padanya kalau selama ini ayah sama sekali belum bisa mencintainya seperti yang ia harapkan maupun kedua orang tua kami. Kedengaran agak egois mungkin, tapi memang begitulah keadaannya.

Kau tahu, anakku, selama beberapa bulan setelah keputusanku itu, orang tuaku mendiamkanku karena ayah dianggap sebagai anak yang tidak patuh. Tapi lalu akhirnya mereka mengerti bahwa mereka memang tidak seharusnya melakukan sesuatu yang seegois itu pada anak mereka dengan memaksa melakukan sesuatu yang tidak disukai. Saat mereka bisa menerima keadaanku, ayah mulai menceritakan tentang Nicole pada mereka.

Dan yang terjadi selanjutnya adalah sesuatu yang sangat rumit dan membingungkan sampai ayah tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Tapi yang pasti, Ann sayang, ayah akhirnya menikah dengan Nicole, ibumu...

Anakku...

Tahun pertama pernikahan kami berlangsung dengan sangat membahagiakan. Nicole adalah wanita yang bertanggung jawab, dia banyak melakukan banyak hal untuk ayah, termasuk membuat sarapan pagi yang lezat sebelum ayah akan berangkat bekerja. Nicole juga tidak seperti wanita-wanita kebanyakan. Dia tidak bergantung pada ayah untuk segala hal, Nicole bahkan sanggup melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan laki-laki. Itulah ibumu, Nak... Ayah sangat beruntung mempunyai istri seperti dia, dan ayah tidak menyesal memilihnya sebagai wanita pendamping hidup ayah.

Kebahagiaan kami bertambah saat beberapa bulan kemudian dokter mengatakan kalau Nicole sedang mengandung. Kau tahu betapa Ayah sangat bahagia mendengar kabar itu? Aku ingat saat air mata Nicole keluar pertama kali mendengar kabar baik itu. Beberapa bulan berikutnya merupakan hari-hari paling indah dalam hidup kami. Ayah yang biasanya bekerja sampai sore hampir selalu menyempatkan diri untuk pulang lebih awal dari biasanya. Ayah sangat menjagamu yang saat itu masih dalam kandungan Nicole, Nak... Ayah juga sangat mengkhawatirkan keadaan Nicole yang masih menyibukkan diri dengan pekerjaannya meskipun kandungannya sudah mencapai usia tua.

Dan Annie sayang...

Pada tanggal 9 April dua puluh tujuh tahun yang lalu, kamu pun akhirnya lahir dengan selamat di dunia ini. Betapa ayah sangat bahagia saat itu. Ayah merasa menjadi seorang pria yang paling berbahagia saat itu. Siapa yang tidak bahagia melihat seorang bayi perempuan yang manis lahir di dunia ini dari rahim seorang wanita yang sangat ayah cintai? Ayah ingat pertama kalinya ayah menggendongmu, Ayah juga masih ingat sekali tangisan pertamamu yang memekakan telinga itu. Kalau mengingat semua itu, Ayah merasa menjadi muda lagi.

Tapi, Ann... Ternyata kebahagiaan ayah tidak berlangsung lama. Sesaat setelah kamu lahir, Ayah menggendongmu untuk memperlihatkannya pada Nicole. Tapi saat itu kondisi Nicole tidak yang seperti ayah bayangkan. Dia memang kelihatan bahagia sekali, tapi kondisinya sedang dalam keadaan kritis. Nicole mangalami pendarahan hebat. Ayah ingat sekali saat membawamu yang baru saja lahir menuju tempat tidur Nicole. Nicole menitikkan air mata dan memintaku untuk menggendongmu sebentar. Kuturuti kata-katanya. Saat dia menggendongmu, dia menangis sesunggukan sambil menciumi wajahmu. Tapi itu hanya sebentar, karena sesaat kemudian kulihat keadaannya semakin melemah. Dia hanya tersenyum kecil saat kau sudah ada dalam gendonganku lagi, Nak... Nicole menggenggam tanganku erat dan mengatakan dengan lirih sekali, “...jaga dia, Dave...”

Dan yang terjadi selanjutnya adalah sesuatu yang sangat sulit untuk kulupakan, Ann... Ayah melihatnya menutup kedua matanya untuk terakhir kalinya dengan mata kepala ayah sendiri. Ayah seperti tersambar petir saat itu juga. Ayah tidak tahu apa yang harus ayah lakukan saat itu juga selain mengeluarkan air mata di samping jasad ibumu, Nak... Yah, ayah seperti tidak punya tujuan hidup lagi saat itu. Tapi kemudian kau menangis di dalam gendonganku. Ayah tersadar saat itu juga kalau ayah masih harus meneruskan hidup dengan seorang malaikat kecil di gendongan ayah. Ayah sadar kalau ayah masih mempunyai tanggung jawab yang besar untuk merawatmu.

Malaikat kecilku...

Hari-hari pertama tanpa Nicole terasa hampa sekali. Tidak ada seorang wanita yang selalu mendampingimu, tidak ada seseorang yang membuatkanmu sarapan dengan menu lezat setiap harinya, tidak ada sapaan selamat pagi di sampingmu saat membuka mata pertama kalinya pada pagi hari... Begitulah. Tapi semua itu digantikan oleh tangis kencang dan tawa riang seorang malaikat kecil di rumahku. Dan hari-hari ayah pun menjadi lebih baik saat ayah melihatmu. Beberapa kerabat dan teman ayah menyarankan untuk mencari seorang wanita agar dapat merawatmu dan ayah masih bisa bekerja seperti dulu. Tapi ayah selalu menolaknya. Tidak ada yang dapat menggantikan Nicole, kalaupun ada orang itu hanya satu, yaitu kamu, Nak...

Kau tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang menyenangkan dengan begitu cepatnya. Dan semakin hari semakin nampak kemiripanmu dengan ibumu. Rambut ikal panjangmu, mata coklatmu yang tajam itu, sangat mirip dengan Nicole... Dan Ayah ingat sekali saat kau pertama kalinya belajar membuat kue dari nenekmu pada umur 9 tahun dan langsung kau praktekan saat tiba di rumah. Ayah ingat sekali bagaimana rasanya. Dan ayah juga ingat sekali kau marah besar saat ayah mengatakan, “Kue coklatmu enak sekali...”, lalu kau menjawab dengan kesal, “Itu bukan kue coklat, Daddy, tapi pai apel. Kalau rasanya pahit dan agak mirip coklat, itu karena terlalu matang...” Ayah ingin tertawa sendiri kalau mengingat hal itu.

Masih ingat-kah kau, Nak? Ayah pernah memarahimu habis-habisan saat melihatmu jalan dengan seorang pemuda pada saat kau mulai menginjak usia 16 tahun? Kalau mengingat itu, Ayah menyesal sekali telah melakukan hal itu. Seharusnya memang ayah tidak melakukan itu. Tapi ayah terlalu menyayangimu sehingga ayah tidak ingin ada seseorang yang melukaimu. Ayah masih ingat saat kau berusaha mengajak ayah bicara malam harinya. Saat itu ayah sudah mulai sakit-sakitan dan banyak menghabiskan waktu di tempat tidur karena kelelahan bekerja. Kau mendekatiku yang saat itu sedang berbaring di tempat tidur dan mengucapkan kata ‘maaf’ sambil menyelimutiku dengan selimut hangat. Setelah itu kau mengecup pipi ayah, hal yang tidak pernah kau lewatkan setiap hari, sambil mengucapkan ‘selamat malam, Daddy...’ Hal seperti itu yang membuat ayah selalu merindukanmu, Nak...

Tapi betapa ayah menyayangimu dan betapa kuat ayah melindungimu dari segala bahaya, suatu saat ayah harus melepaskanmu juga. Kau sudah tumbuh menjadi seorang gadis cantik yang menyenangkan, sama menariknya dengan ibumu. Dan sudah waktunya pula bagi ayah untuk melepasmu untuk memulai hidup baru dengan seseorang yang kau cintai. Dan waktu yang ayah takutkan itu akhirnya datang juga. Saat kau sudah menginjak usia 24 tahun, kau memperkenalkan ayah pada seorang pria sederhana tapi cukup menarik dan menyatakan keinginan kalian untuk segera menikah. Ayah tidak bisa menolak hal itu, karena sudah saatnya bagimu untuk hidup dengan seorang pendamping. Asalkan pria itu bisa menyayangimu dan melindungimu seperti yang sudah pernah ayah lakukan.

Saat itu pun tiba, saat di mana kau akan pergi meninggalkan ayah, saat kau akan hidup bersama seorang yang lain... Ayah melihatmu di kamar pengantin dengan sebuah gaun putih yang indah melekat di tubuhmu sesaat sebelum upacara pernikahan berlangsung. Kau berdiri di sana sambil sesekali berputar dan melihat hiasan-hiasan di sekelilingnya. Ayah melihatmu dengan terharu. Kau tidak tahu betapa ayah sangat sedih saat itu. Ayah berpikir setelah kepergianmu ini, siapa yang akan menemani hari-hari ayah yang sudah mulai tua ini dan menghilangkan segala kesedihan ayah? Saat itu air mata ayah jatuh karena mengingat segala kebersamaan kita, tapi segera ku hapus. Tapi kau sempat melihatnya dan lalu menghampiriku. Ayah ingat sekali perkataanmu waktu itu,

“Daddy, jangan menangis. Ini hanya soal waktu saja, Daddy akan terbiasa hidup tanpaku. Tapi, Daddy, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku janji, aku akan sering-sering menengok Daddy..” Setelah itu kau mengusap air mataku dan mencium pipiku. Itu mungkin terakhir kalinya kau mencium pipiku, Ann...

Dear gadis kecilku yang cantik...

Setelah kau benar-benar pergi meninggalkan rumah, hari-hari ayah benar-benar sepi. Tidak ada tawa dan senyummu lagi. Tapi ayah mencoba untuk menikmati hari-hari tua ayah dengan melakukan banyak hal. Ayah mulai sering pergi ke perpustakaan dan mengikuti klub membaca untuk para lansia. Ayah juga mulai suka memancing, hal yang dari dulu tidak ayah sukai. Ayah juga mulai menyibukkan diri dengan mengikuti beberapa kegiatan amal. Dari beberapa kegiatan ayah yang menyita waktu itu, ayah bertemu dengan beberapa orang hebat. Salah satunya adalah Ahmad, seorang pria berdarah Inggris-Arab. Kau mungkin sudah pernah mendengar namanya dari cerita ayah beberapa waktu yang lalu. Ahmad mengajarkan banyak hal pada ayah sehingga ayah menjadi seperti sekarang.

Yeah, kau mungkin bosan mendengar segala penuturanku tentang ini semua. Tapi yang harus kau tahu, anakku, ayah rasa pilihan ayah ini tidak salah. Awalnya ayah juga berpikiran kalau orang-orang seperti Ahmad adalah orang yang berbahaya. Dengan banyaknya berita-berita yang mengatakan kalau mereka adalah orang-orang barbar yang sadis, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Ayah benar-benar termakan dengan omongan orang-orang di sekitar ayah sehingga saat pertama kali melihat Ahmad ayah langsung menjauhinya. Tapi kau tahu apa yang dilakukannya kemudian saat dia melihatku? Dia menyapaku dengan ramah sekali. Ku pikir itu hanya salah satu strateginya untuk menarik perhatian ayah. Ayah membalasnya dengan dingin. Tapi lama kelamaan, setelah ayah berbincang-bincang dengannya seputar hal-hal kecil di sekitar kami, ayah menyadari kalau keramahannya tadi bukanlah tipuan belaka. Dia memang benar-benar pria yang ramah.

Setelah pertemuan itu kami sering bertemu di klub membaca dan membicarakan banyak hal. Tentang masa lalu kami, pekerjaan, keluarga dan lain-lain. Kehidupan yang pernah kami jalani ternyata hampir sama. Kau tahu, Ann, Ahmad ternyata juga mempunyai seorang anak perempuan seusiamu dan juga sudah menikah yang kini tinggal di Glasgow, tidak begitu jauh dari tempatmu, bukan? Bedanya, sampai sejauh ini dia masih ditemani oleh seorang wanita yang dicintainya, sehingga saat dia merasa kesepian masih ada orang yang menemaninya. Yeah, kadang-kadang ayah merasa iri orang-orang itu. Mereka tidak pernah kesepian. Dan saat ayah mengatakan hal itu pada Ahmad, dia malah menjawab dengan jawaban yang membingungkan,

“Kalau dalam agamaku, tidak ada orang yang pernah merasa kesepian. Kami punya Kekasih yang selalu ada, tempat kami menggantungkan segala sesuatu, tempat di mana kami selalu menemukan kedamaian, dan tujuan kami hidup di muka bumi ini...”

Saat itu ayah merasa seperti orang bodoh karena benar-benar tidak tahu apa maksud ucapannya. Ayah langsung menanyakan apa maksud ucapannya itu. Lalu Ahmad menjawab dengan penuh wibawa.

“Kami hidup di dunia ini adalah karena Tuhan kami. Kehidupan kami di muka bumi ini sudah ada yang menentukan. Pernahkah kau berpikir kenapa manusia ada? Bagaimana manusia ada di muka bumi? Dan bagaimana semua kehidupan di bumi ini berjalan dengan semestinya? Kedengaran seperti ada yang mengatur, bukan? Itulah Tuhan kami, Tuhan Yang Maha Esa. Dan tujuan kami hidup di dunia ini adalah semata-mata untuk ‘bertemu’ dengannya suatu saat nanti. Sobat, apakah kau pikir setelah kematian tidak ada kehidupan lagi? Masih ada kehidupan lain setelah ini, kehidupan yang lebih panjang dan lebih keras. Jadi, kalau kau merasa bahwa kehidupanmu sekarang sudah terlalu keras dan terjal karena ditinggal oleh orang-orang yang kau sayangi, itu semua belum ada apa-apanya dibanding dengan kehidupan di sana...”

Ayah memikirkan kata-katanya terus menerus saat ayah tiba di rumah. Selama ini ayah berpikir kalau kehidupan ini hanya sampai pada kematian saja. Jika seseorang meninggal, maka selesai sudahlah segala sesuatunya. Dan ayah juga berpikir kalau semua orang yang meninggal akan masuk surga. Tapi ternyata keyakinan ayah selama ini bertolak belakang dengan semua yang diyakini Ahmad. Ayah akui, selama ini ayah sama sekali tidak peduli dengan segala keyakinan yang dianut orang-orang, begitu juga keyakinan yang dianut Nicole. Nicole adalah Kristen Protestan yang taat. Selama ayah hidup bersama Nicole, belum pernah terbesit sekalipun untuk menganut satu keyakinan saja dalam hidup ini. Tapi setelah mengenal Ahmad dan segala sesuatu yang dikatakannya, ayah jadi sedikit demi sedikit mulai terpengaruh.

Ayah mulai sering bertanya-tanya padanya tentang hakikat kehidupan sebenarnya. Menurut ayah, Ahmad tahu segalanya tentang semua kehidupan ini. Tapi saat ayah mengatakan hal itu padanya, dia langsung menepisnya,

“Itu bohong. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi dalam kehidupan ini, begitu juga kenapa segala sesuatu itu terjadi. Tapi pasti selalu ada tujuan kenapa segala sesuatu itu terjadi...”

Ayah jadi semakin menyadari, selama ini ayah hidup di dunia ini tanpa tujuan yang jelas. Dulu ayah selalu membayangkan hidup bahagia bersama keluarga ayah sampai maut memisahkan. Tapi sekarang ayah jadi bertanya-tanya sendiri, anakku... Sebenarnya untuk apa ayah hidup di dunia ini? Kalau hanya untuk mencari kesempurnaan materi saja, sudah dari dulu ayah mendapatkannya. Tapi untuk apa segala materi itu untuk kemudian hari di saat ayah sudah tidak membutuhkannya lagi?

Sekali lagi, ayah mengalami dilema panjang yang tak kunjung selesai seperti saat ayah memutuskan untuk menyatakan cinta pada Nicole dulu. Tapi kali ini lebih rumit.

Hari demi hari berlalu, ayah jadi semakin sering bertanya pada Ahmad tentang segala kerisauan yang terjadi pada ayah tentang tujuan hidup ayah. Ahmad mengatakan bahwa kegundahan seperti itu memang sering terjadi pada seseorang yang tidak mempunyai pedoman dalam hidupnya. Dan ayah adalah salah satunya. Ayah lalu mengibaratkan seorang anak kecil yang ingin belajar berjalan, pasti membutuhkan seseorang lain untuk membantunya dan menuntunnya untuk bisa berjalan dengan lancar. Itulah ayah yang sedang gundah dalam masa pencarian jati diri, Ann...

Lalu aku memilih jalan ini, Annie-ku sayang... Jalan yang sama yang ditempuh oleh Ahmad. Kenapa ayah memilih jalan ini dan bukannya memilih jalan yang sama yang dianut oleh Nicole dan juga kamu? Itu karena ayah mempunyai jawaban yang berbeda. Ayah merasa lebih tenang berada di jalan ini. Tidak ada paksaan, tidak ada kekerasan... semuanya berjalan dengan sebagaimana adanya sampai ayah merasa sangat yakin dengan apa yang ayah pilih. Ayah mulai menemukan arti cinta sejati saat ayah benar-benar sudah masuk ke dalam jalan ini.

Kau tahu kenapa dinamakan cinta sejati, Nak? Karena cinta itu adalah hubungan antara kita dan Yang Maha Mencintai itu sendiri. Siapa yang mempunyai semua cinta di dunia ini? Tidak ada, kecuali yang membuat cinta itu sendiri. Kau mungkin agak sedikit bingung dengan kalimatku ini, anakku... Tapi kau bisa mengerti ‘kan?

Mungkin tidak. Ayah ingat sekali raut wajahmu saat aku mengungkapkan hal itu padamu beberapa waktu lalu saat aku mengunjungimu sesaat setelah kau melahirkan Ronald. Kau memandangi ayah dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan. Tapi jelas sekali bahwa kau sama sekali tidak setuju dengan keputusan ayah. Inilah hidup, Nak... Kadang-kadang kau harus memilih jalan yang berbeda dengan orang-orang yang kau sayangi untuk mencapai tujuan yang ingin kau capai. Ini bukan keegoisan, tapi pengorbanan... Asal kau tahu, Ann sayang, tidak ada yang abadi di dunia ini.

Ayah pikir kau akan menghormati segala keputusan yang ayah ambil. Tapi ternyata tidak. Kau sudah jarang sekali mengunjungi ayah. Kau bahkan jarang sekali menghubungi ayah untuk sekedar menanyakan kabar ayah. Kau mulai menjauh dari kehidupan ayah. Kau mungkin berpikir bahwa ayah sama anehnya dengan orang-orang muslim yang sering melakukan tindakan terorisme itu. Tapi ketahuilah, anakku, Islam sama sekali bukan seperti itu. Islam tidak mengajarkan kekerasan yang tidak manusiawi dan keji seperti itu.

Annie...

Ayah sangat merindukanmu. Ayah rindu dengan tawa riangmu di pagi hari saat membangunkan ayah. Ayah rindu dengan senyumanmu yang selalu bisa menghapus segala luka di hati ayah. Ayah juga rindu dengan pelukanmu dan ciuman manismu di pipi ayah. Kapan ayah bisa merasakan hal seperti itu lagi? Beberapa tahun lagi sampai kau bisa memaafkan ayah dan menerima ayah dengan tangan terbuka? Mungkin tidak akan ada kesempatan seperti itu tahun-tahun yang akan datang. Kesehatan ayah sudah semakin memburuk saja. Dan sudah beberapa hari ini ayah bermimpi tentang ibumu...

Kupu-kupu kecilku...

Ayah harap kau mau membaca surat ayah yang kesekian kalinya ini. Ayah sangat berharap dapat melihatmu untuk terakhir kalinya. Ayah ingin merasakan pelukanmu yang hangat itu untuk terakhir kalinya...

Maafkan ayah telah mengecewakanmu... Tapi kalau kau ingin menemukan arti cinta sejati itu, kau harus belajar seperti ayah.

Lots of love, Daddy

@ @ @

Annie Howard menghapus air mata yang menetes deras ke pipinya. Dia meremas surat yang sedang dipegangnya dengan perasaan yang sulit diartikan. Dadanya sesak oleh kepedihan yang sangat dalam. Dia menatap sesosok tubuh yang tidak bergerak di atas tempat tidur di depannya. Air mata semakin deras mengucur dari matanya. Mengingat sosok yang sangat disayangi dan dikaguminya itu telah pergi untuk selamanya. Sosok ayahnya yang telah mengajarinya banyak hal sehingga dia mampu melewati berbagai cobaan hidup di dunia ini.

Annie menyesali kenapa dia tidak dari dulu mengunjungi ayahnya dan bahkan menolak membaca suratnya sekalipun. Apakah karena keyakinan baru yang dianut ayahnya itu? Annie tidak memungkiri kalau selama ini dia terus menerus memikirkan ayahnya. Tapi semuanya sudah terlambat. Ayahnya sudah pergi. Annie menyesali sekali, surat terakhir yang ditulis ayahnya itu belum sempat dikirimkan padanya.

“Jenasah harus sudah dikubur sekarang. Itu wasiat beliau...” kata seseorang di samping Annie. Annie menatap sosok yang terbujur kaku itu dengan mata nanar. Dia lalu menunduk ke arah jasad ayahnya dengan perlahan dan mulai mencium kedua pipi ayahnya untuk terakhir kalinya. Saat itulah air mata Annie keluar lebih deras mengingat kebersamaan mereka dulu, saat Annie masih seorang gadis kecil yang selalu digendong ayahnya, saat Annie kecil belajar berenang di danau belakang rumah dengan ayahnya, saat Annie harus dimarahi ayahnya karena ketahuan memecahkan vas bunga di ruang kelasnya.... Annie ingat jelas semua kejadian itu. Dan sulit rasanya melepas semua itu begitu saja. Tapi semua memang harus berjalan sesuai kenyataan.

Maka Annie harus rela saat melihat jenasah ayahnya dibawa keluar ruangan, untuk segera dimakamkan di tempat peristirahatan terakhirnya.

Selamat jalan, Daddy... Mungkin kita bisa bertemu lagi besok. Love you, Daddy...

@ @ @

Terinspirasi oleh lagunya Butterfly Kisses yang dinyanyiin Bob Carlisle, trus di-remark ama Westlife... Nice song!

Butterfly kisses, after bed time prayer...

Sticking litle white flowers all up in her hair...

“You know how much I love you, daddy...

But if you don’t mind, I’m only gonna kiss you on the cheek this time”

Oh, with all that I’ve done wrong, I must I’ve done something right

To deserve a hug every morning and butterfly kisses at night...

Rabu, 22 Oktober 2008


Prolog

“Semua orang pasti pernah punya masalah, tapi ga’ ada gunanya mikirin masalah sampai berlanjut-lanjut tanpa ada jalan pemecahannya. Masalah itu bukan untuk dipikirin, tapi untuk diselesaikan. But how to solve it? Percaya pada seorang sahabat.”

Lembaran-lembaran yang akan kalian buka dan kalian baca ini adalah kisah sedih-duka dan seneng-hepinya anak-anak Cohesive. Who are they? Mereka emang belum setenar Ain & The Gank-nya Sinta Yudisia atau Dago 335-nya Tasaro atau bahkan Lima Sekawannya Enid Blyton. Tapi setelah elu-elu pada baca, nih, buku, mereka ga’ kalah keren, lho, ama mereka-mereka. Maksudnya? Yah, kisah-kisah anak-anak Cohesive juga ga’ kalah seru dan asyik untuk dibaca seperti novel-novel yang laen ( narsis dikit ga’ apa-apa…). Untuk lembaran-lembaran pertama kita memulai dengan sesi perkenalan.

Cohesive adalah nama kelas akhir Ponpes Ta’mirul Islam yang berlokasi di sebuah kota kecil tapi sangat terkenal di Indonesia. Karena setiap kelas di pondok tersebut mempunyai nama masing-masing dan salah satunya adalah Cohesive ini. Ga’ tau juga kenapa dinamakan begitu, karena anak-anak Cohesive mang ga’ ada yang jelas. Tapi kita tinggalkan masalah nama itu, karena seperti kata Shakespears, apalah arti sebuah nama. Mereka terdiri dari 28 orang. Eitss… meskipun mereka hidup di lingkungan pondok yang pada umumnya serba religius dan identik dengan orang-orang alim, mereka ga’ kalah gokil dengan anak-anak lain pada umumnya. Kegokilan mereka bahkan ga’ umum untuk anak-anak lain (apa,sih, maksudnya?). Untuk lebih tau, kita kenalkan masing-masing.

Ada Efty yang meskipun penampilannya angkuh dan sok ga’ peduli dengan sekelilingnya itu kadang-kadang dia juga bisa gokil abis kaya’ temen-temennya yang lain. Contohnya aja pernah saat teman-temannya lagi pada serius belajar dia tiba-tiba nyanyi-nyanyi sambil teriak-teriak ga’ karuan. Siapa yang ga’ mangkel, coba? Trus ada Dayat yang orangnya kalem dan (katanya) keibuan, tapi kadang-kadang merengek-rengek ga’ jelas kaya’ anak kecil gitu… Setelah itu ada kakak- beradik Alya dan Aulia. Semua orang yang baru kenal mesti mengira kalau mereka ini kembar (kembar dari sisi mananya, coba?). Tapi 100% persen mereka ini ga’ kembar. Alya itu orangnya putih berkacamata dan banyak omong, tanya ini itu… Pasti ada aja yang dia jadiin buat bahan pertanyaan. Sedangkan Aulia itu orangnya item manis (kaya’ lollipop rasa coklat) dan dia jelas-jelas ga’ pake’ kacamata. Mereka itu ‘top-A-student’-nya Cohesive. Meskipun begitu, Aulia punya julukan ‘Onengest Girl’ (gadis paling ‘lo-la’ maksudnya, aduh…jangan-jangan ga’ tau apa tuh lo-la? Loading lama…) di kelas. Asli, dia oneng abisss....
Setelah itu ada si Tasya yang rumahnya jauh banget dari asrama. Merem aja bisa, katanya. Soalnya rumahnya cuma di depan ma’had. Tapi kalau dia bisa pulang sambil merem dan tidak ada cacat sedikitpun sampai rumahnya, itu adalah suatu hal yang luar biasa, karena di depan pondok ada jalan raya yang selalu ramai dan dilewati banyak kendaraan. Let it be! Setelah Tasya ada si Dee yang nge-rock abis. Bukan karena dia suka lagu rock, atau karena penampilannya rocker abis. Dia bahkan ngefansnya ama Didi Kempot. So kalau mau dengerin lagu Stasiun Balapan versi rock, suruh aja dia nyanyi. Chester Bennington aja kalah… Trus ada Tian yang orangnya cool banget, kalem, tenang dan….? Cocok memang kalau dia dijadikan sebagai kandidat calon ustadzah. Tapi jangan salah persepsi dengan penampilannya, karena dia bukan satu-satunya ‘orang normal’ di kelas. Bukan karena masih banyak yang lain, tapi karena ga’ ada yang lain. Hehehe…

Selanjutnya ada seorang gadis bernama Eka, si Indiaholic. Segala jenis pilem India atau seluk beluk artis India tanya aja ama dia. Ngakunya, sih, dia ada keturunan ras India sono. Makanya dia ngaku-ngaku sebagai Eka Zinta. Tau, deh… Berlanjut pada Tya yang sering dijuluki “Mami” oleh teman-temannya. Eitss..jangan salah kaprah. Ini bukan “mami” yang itu, tuh… tapi dia juga dijuluki gitu karena dia bekas mantan wakil ketua OSTI1. Ba’daha ada Fitri, si histerian girl-nya Cohesive. Rasa-rasanya dia ga’ akan berhenti berteriak kalo’ liat sesuatu yang bergerak dan mengagetkannya. Tau, deh, maksudnya apa? Kita akan tau nanti. After her, ada si (yang katanya, tapi biar nyenengin orang, deh…) cute, Imro’. Yah…diakui oleh semua orang, dia emang paling imut sekelas. Badannya kecil sendiri dan ga’ heran kalau hampir setiap hari jadi bulan-bulanan anak sekelas. Habis itu ada si Jum yang dijuluki sebagai Heroin, sang pahlawan wanita karena aksi sosialnya dalam membela hak-hak kucing untuk mendapat tempat tinggal. Jadi seharusnya yang perlu disalahin karena akhir-akhir ini banyak kotoran kucing di mana-mana adalah dia, bukan kucingnya. Heran, ya??

Berlanjut ke Fia, cewek yang kelihatannya aja dewasa banget… tapi anak Cohesive mana,sih, yang belum pernah ngelakuin hal konyol? Trus, ada si Syahai,nih..cewek tinggi semampai ini adalah cewek paling beda di antara temen-temennya. Bukan karena dia adalah anak pindahan dari planet Mars, tapi karena dia satu-satunya anak kembar di kelasnya. Kembar dampit istilahnya, kembarannya cowok ada di bumi belahan timur yang merupakan daerah terlarang buat anak putri (begitulah istilahnya, dengan sendirinya kalian akan tau nanti). Ada si Pinta yang sukanya minta-minta, hehehe… Dia nge-fans abiss ama Baby Taz sampai mukanya mirip Tasmanian Devil. Tapi, asli, dia emang terkenal devil banget… Gara-gara aksi bohongnya yang top banget, hampir semua anak-anak Cohesive pernah dia buat nangis. Katanya,sih, dia pengen jadi aktris hebat kaya Nicole Kidman, so belajar boong dulu. Hahaha. Garing. Habis itu ada si Ayda, yah… ga’ jauh-jauh dari yang lain. Gokil. Kalo’ ga’ nanya berkali-kali ga’ puas dia, so bikin semua orang pengen nonjok, deh…(koq, jadi emosi??) Setelah itu ada si Hindun yang centil abiss. Inget aja ama ibu-ibu centil yang sukanya lupa masak gara-gara kebanyakan nge-rumpi.. (semoga kamu jadi ibu yang baik) Habis itu ada Rani, cewek dari pulau nan jauh di sana yang sering menjulikinya sebagai Nona Basta. Dia anak Ambon asli, ga’ bo’ong! Tapi banyak yang ga’ percaya, soalnya wajahnya lebih pantas jadi orang Boyolali daripada Ambonesse.

Beralih ke Rein yang sering dujuluki Menara atau Tower oleh teman-temannya. Walaupun bukan yang paling tinggi tapi dia terlalu kurus, so kesannya seperti menara Tokyo gitu…hahaha. Garing lagi. Habis itu ada si Exsa (bukan nama sebenarnya), dia lebih suka dipanggil begitu, biar keren katanya. Temen-temennya menjulukinya si seniman sableng (terinspirasi oleh Gusur) Dia emang punya bakat bikin lukisan-lukisan yang kebanyakan abstrak dan hanya dia sendiri yang paham. Obsesinya adalah menciptakan seni lukis baru yang akan dinamainya Exsais. Heran. After her ada si Mumun (inget sesuatu?), dia juga India mania kaya’ si Eka. Berdua kalo’ udah ngomongin Bollywood, dunia bagaikan milik berdua. Hobinya minta uang ke anak-anak kelas. Kesannya, koq, kayak tukang palak, ya? Dia bendahara kelas, tau! Trus, ada si Sofi. Dilihat dari namanya kelihatannya orangnya kalem, lemah lembut…tapi jangan salah. Kalo’ ada yang berani mengusik daerah kekuasaannya dia bisa berubah jadi preman, hahaha… Ga’ segitunya, kalee… Dia emang galak banget kalo’ ada yang mengusik privasinya sebagai seorang wanita. Karena wanita, ingin dimengerti…(kaya’ iklan, ya?) Selanjutnya ada Ummi, ada yang menjulukinya Big Foot (tega, ya?) Tapi dia juga konyol abis, sih… tapi dia juga bisa sentimen abis. Apalagi kalo’ udah menyangkut soal berat badannya, bisa jadi Big Foot beneran dia! (sori, Mi…)

Setelah itu ada Zaky, the Strangest Girl (itu,sih, menurut persepsi penulis). Dia emang bukan yang paling muda, tapi ngakunya sok muda gitu. Dan lucunya, image childish udah melekat padanya so dia jadi aneh banget kalo’ tiba-tiba bersikap dewasa. Habis tuh ada si Ulin, bukan si Unyil, orang paling nyantai se-Cohesive. Easy going easy come-lah… Bahkan saat dia jatuh dari pohon alpukat yang tingginya 2 meter aja dia cuma tertawa…sambil nangis kesakitan, hehehe. Trus, ada mpok Devi, tetuanya anak-anak Cohesive. Last but not least ada Yani, si cewek jutek en judes plus centil. Ga’ ada duanya, katanya. Nah, akhirnya sesi perkenalan sudah selesai! Let’s start the story!

Tapi… koq, cuma 27?? Katanya 28?? Yang satu? Trus, yang nulis siapa?

Ya, ya, baiklah… penulis juga adalah anggota Cohesive. And my name is… Edogawa. Bo’ong, ding! Itu, sih nama kerenku… yah, untuk cerita ini saya menyamarkan nama saya sebagai Ova supaya identitas asli saya tidak terlacak. Bahaya kalau sampai semua orang tau siapa saya sebenarnya. Sekolah saya akan terbengkalai sementara saya disibukkan dengan membalas surat dari penggemar dan menyebarkan foto gratis plus tanda tangan dari saya. Huahahaha….

Ok! Kita tinggalkan saja… Let’s story begin!



1 OSTI : Organisasi Santri Ta’mirul Islam

Sabtu, 18 Oktober 2008


Kalian pernah menulis sebuah cepern? Atau mungkin kalian suka menulis cerita? Kalian pernah mencucurkan airmata saat sedang menulis sebuah cerita? Aku pernah dan jangan menertawakanku. Aku yakin kalian pasti juga akan menangis kalau menulis cerita tentang masa lalu kalian yang menyedihkan. Mmm, tapi sebenarnya yang ku tulis bukan masa lalu yang menyedihkan sekali, koq. Aku sedang menulis sesuatu tentang cinta pertama saat tiba-tiba aku teringat masa SMPku dan teringat seorang cowok yang dulu pernah aku sukai. Sebenarnya aku sedang tidak bercerita tentangnya, tapi tiba-tiba saja aku teringat betapa dulu aku sangat menyukainya sampai kadang menangis kalau memikirkan kenapa harus berpisah. Lalu tokoh dalam cepern yang sedang aku tulis itu tiba-tiba berubah menjadi sosok cowok yang sudah hampir enam tahun ini aku lupakan. Dan tiba-tiba saja… aku malu mengatakannya, air mataku jatuh. Aku menangis saat menyelesaikan cerprn itu. Yah, agak gila, sih. Kedengaran terlalu ironis, ya? Tapi begitulah… Aku bukan penganut kepercayaan ‘cinta pertama adalah cinta yang sejati, abadi’, tapi nyatanya…

Kumohon, kalau ada yang merasa menjadi sosok yang saya maksud, lupakanlah!!


Balada Cinta Pertama

Pernah jatuh cinta ama seseorang? Itu hal yang biasa, ya? Bagaimana kalau tentang cinta pertama? Ga’ semua orang menyadarinya ‘kan? Tapi ada juga yang mempertahankan cinta pertama sampai mati-matian tanpa mengetahui alasan yang jelas kenapa dia harus mempertahankan cinta yang seperti itu. Meskipun Olin tahu benar hakekat cinta pertama, tapi dia ga’ sebegitunya mati-matian mempertahankan apa yang orang sebut-sebut sebagai ‘cinta abadi’ itu.

Cinta pertama itu cinta agung, itu kata orang-orang… Gimana menurutmu, Lin?” tanya Tasya suatu pagi. Yang ditanya malah asyik melihat-lihat buku-buku yang ditata rapi di toko buku tempat mereka berdua berdiri saat ini tanpa menengok sedikitpun ke arah sahabatnya yang dari tadi diajak muter-muter toko buku itu hampir satu jam.

Lin, lu denger gue ga’, sih?” kata Tasya kesal.

Iya, aku denger. Trus kenapa emangnya?” sahut Olin sambil matanya tidak lepas dari sebuah buku yang baru saja diambilnya.

Ya, gue ‘kan nanya pendapat elu,” jawab Tasya menahan kesal. Bukan satu kali ini dia jadi korban kecuekan Olin kalau cewek berkacamata minus itu sudah berhadapan dengan buku.

Ooo…”

Koq cuma ‘ooo…’, sih?”

Eh, Sya…buku ini bagus, nih. Ceritanya tentang pembunuhan berantai yang dilakukan seorang psikopat. Gila, ya? Aku jadi keinget kasus pembunuhan berantai yang lagi marak di negara kita. Ada-ada aja… Tapi kalau ada penulis kita yang jadiin kasus itu sebuah inspirasi buat nulis novel kriminal kayak penulis-penulis barat itu, dunia sastra kita jadi tambah marak, ya?” kata Olin sambil memberikan sebuah buku tebal kepada Tasya. Tasya melihatnya dengan pandangan sebal dan penuh kekesalan.

Ah, gue mau pulang!” katanya keras sambil berbalik pergi. Olin kaget dan langsung mencekal lengan Tasya kencang sehingga Tasya langsung berbalik mengahadapnya lagi.

Sya, kenapa? Koq, kamu jadi marah-marah sendiri?” tanya Olin. Tasya melipat kedua tangannya di depan dadanya sambil menatap Olin galak.

Gimana gue ga’ marah? Gue ngajak elu ngobrol, tapi yang diajak malah keasyikan baca buku. Elu ngajak gue ke sini buat nemenin elu, tapi malah dicuekin…” katanya marah-marah.


O, jadi itu masalahnya. Aku pikir apaan. Sori, deh, kalo’ gitu… Ya? Aku ga’ bakalan nyuekin kamu lagi, deh… Tapi kamu nemenin aku, ya?” pinta Olin sambil menatap Tasya dengan tatapan sayu dan pandangan mata berbinar-binar, cara jitu untuk merayu seseorang yang didapatnya dari Crayon Shinchan (ada-ada aja…).

Ya, ya…biasanya juga gitu ‘kan? Lagipula, siapa, sih, yang betah nemenin elu berlama-lama di toko buku selain gue?” timpal Tasya. Olin hanya tersenyum kecut. Dia lalu mulai menyusuri rak-rak buku sambil sesekali membaca sinopsis buku-buku yang dirasanya agak menarik. Tasya mengikutinya sambil menatap sobat dekatnya dengan pandangan heran.

Elu mau cari buku apa, sih, Lin?” tanya Tasya tak sabar.

Ada, deh…”

Huu, udah pinter main rahasia-rahasiaan segala, nih…”

Enggak, Tasya… Aku lagi cari sesuatu untuk... Ah, sudahlah. Kita pulang, yuk. Udah sore, nih. Aku ga’ mau kamu kelaperan lagi gara-gara aku, trus ujung-ujungnya aku yang nraktir kamu makan selama seminggu,” kata Tasya.

Jadi kemarin ga’ ikhlas, nih?”

Bercanda, bu…Yuk!”

Lho, trus bukunya? Ga’ jadi?”

Kapan-kapan aja, deh…” jawab Olin sambil mendahului Tasya berjalan ke arah pintu keluar. Tasya menatap punggung Olin bingung. Ga’ biasanya Olin keluar dari toko buku tanpa membawa atau membeli satu buku pun. Apa jangan-jangan sedang tidak punya uang? Ah, masa, sih? Kemarin saja Olin baru membeli baju yang harganya lumayan mahal. Dan Tasya tahu Olin adalah orang yang lebih memilih mengorbankan uangnya untuk membeli buku daripada barang-barang pelengkap kebutuhan macam baju de el el (opini yang agak memaksa ^_^) Tapi walaupun Tasya merasa ada sedikit ketidakberesan terjadi pada sahabatnya itu, toh dia mengikuti Olin keluar dari toko buku itu tanpa bertanya apapun.


@@@


Dua minggu kemudian…

Olin kembali berdiri di depan rak-rak buku di sebuah toko buku sambil matanya memandang berkeliling buku-buku yang ada di depannya. Sudah jadi kebiasaan Olin berdiri berlama-lama di toko buku itu sambil menimang-nimang (dengan sangat lama) buku apa yang akan dibelinya. Olin adalah satu dari beberapa pelanggan toko buku itu yang hampir tiap dua


minggu sekali pergi ke toko buku itu sekedar mencari tahu info buku-buku keluaran terbaru atau hanya ingin membaca-baca buku saja. Tapi biasanya dia tergoda juga untuk membeli, ^_^… Dan biasanya juga dia selalu ditemani oleh Tasya. Tapi karena hari ini Tasya sedang tidak enak badan, Olin memutuskan pergi sendiri. Selain itu, dia juga merasa tidak enak dengan Tasya karena harus berlama-lama berdiri menunggunya.

And oh, my love… I’m holding on forever

Reaching for a love that seem so far..

Olin tertegun mendengar lagu yang diputar melalui speaker yang dipasang tepat di atas rak buku di depan tempatnya berdiri saat ini. Olin tertegun bukan karena kaget mendengar suara lagu yang diputar agak keras itu, melainkan dia tiba-tiba saja seperti berjalan menembus waktu saat mendengar suara mendayu-dayu milik Shane ‘Westlife’ itu.

Lima tahun yang lalu… di sebuah SMP swasta terkenal di kota Solo…

Aduuhhh, mikirin apa, sih? Itu ‘kan udah enam tahun yang lalu… batinnya seraya menepuk dahinya dengan keras saat sebuah wajah tiba-tiba terlintas di benaknya.

Wah, datang lagi, ya, mbak?” sapa sebuah suara bariton di belakangnya. Olin menoleh ke belakang dan melihat seorang cowok sedang berdiri membelakanginya sambil menata buku-buku di rak yang berhadapan dengan rak yang ada di depan Olin. Cowok itu memakai seragam karyawan toko buku itu. Tak yakin cowok itu mengajaknya bicara tadi, Olin kembali menekuri buku yang tadi dipegangnya.

Mbak, suka baca-baca buku juga?” tanya cowok di belakangnya lagi. Olin menoleh sekali lagi untuk memastikan cowok itu tidak sedang mengajaknya bicara. Cowok tadi masih berdiri membelakanginya. Tapi di tempat itu sekarang tidak ada siapa-siapa kecuali Olin dan cowok itu.

Sori, situ dari tadi ngajak saya bicara?” tanya Olin hati-hati. Cowok itu menoleh sedikit ke belakang, dan Olin hanya bisa melihat wajahnya sedikit dari satu sisi.

Menurut mbak?” sahutnya.

Ya, kalo’ ngajak bicara orang, sopan santunnya ‘kan harus berhadapan langsung dengan lawan bicara bukan membelakangi,” tukas Olin ketus. Dia menghela nafas keras lalu kembali beralih kembali ke bukunya.

Suka buku yang berbau kriminal?” tiba-tiba cowok tadi sudah berdiri di sampingnya. Olin malas menimpalinya lagi, jadi dia cuma mengedikkan bahu sebagai jawabannya.

Wah, ‘kan cewek… Koq, sukanya yang keras kayak gitu? Cewek ‘kan sukanya biasanya yang berbau-bau romantis gitu,” kata cowok itu.


Olin mengambil nafas, berusaha untuk menahan kejengkelannya.

Emangnya ga’ boleh? Selera orang ‘kan beda-beda. Lagian kenapa, sih, dari tadi nanya-nanya?” kata Olin kesal, tapi matanya tidak beralih sama sekali dari buku yang sedang dipegangnya.

Yah, sekedar mau tau aja. Mbak, biasanya kalau baca-baca harus beli, lho…”

Olin menutup buku yang dipegangnya dengan keras. Lalu dia beralih menatap karyawan yang tidak tahu sopan santun itu, dan siap untuk meledakkan emosinya. Tapi sebelum dia sempat memuntahkan lava panas yang sejak tadi sudah menggelegak di puncak kepalanya, jantungnya lebih dulu berdentum-dentum tak karuan saat dia melihat seseorang yang sudah berdiri di hadapannya saat ini.

Lho…?” hanya itu yang keluar dari mulutnya dan bukannya teriakan-teriakan kasar yang sudah sejak tadi ingin keluar dari mulutnya.

Kamu ‘kan…?” cowok itu balas menatapnya dengan pandangan sama kagetnya.

Yoga ‘kan?” tanya Olin.

Iya, kamu… Kamu temennya Reva ‘kan ? Kamu dulu anak kelas C ‘kan? Siapa… Olin, ya?” kata cowok yang ternyata adalah teman Olin satu angkatan saat SMP dulu. Yoga Pramana Putra. Cowok tajir yang dulu sempat mengisi hati Olin. Dan dia adalah satu-satunya cowok yang dulu bisa menembus hati Olin yang kata-kata orang kayak batu. Dan dia jugalah satu-satunya cowok yang bisa membuat hati Olin berdetak tak karuan seperti sekarang. Padahal kejadian itu sudah lama sekali, sudah hampir enam tahun sejak mereka berpisah setelah upacara kelulusan kelas tiga SMP dulu.

Iya. Kamu sekarang di sini?” kata Olin. Yoga tersenyum. Dan dia masih seperti dulu. Masih seperti cowok SMP yang cute dan jadi idola banyak anak cewek. Meski gayanya sekarang agak sedikit kemayu. Dulu Yoga orangnya dingin dan ga’ pedulian gitu. Olin jadi ingin tertawa sendiri kalau dulu dia pernah naksir cowok yang seperti itu dan lagu kenangannga pun Westlife. Yah, namanya saja masa puber…

Maksudnya?”

Ya, di sini.. Kerja di sini?”

Ah, enggak. Aku masih kuliah. Ini toko punya om-ku, aku cuma bantu-bantu aja,” jawab Yoga. “Kamu sendiri?”

Oh, kukira kamu kerja di sini. Habisnya, pake seragam pelayan segala, sih… Aku sekarang juga masih kuliah, koq,” jawab Olin sambil menyebutkan universitas swasta terkenal di kota Solo. Lalu pembicaraan pun berlanjut cukup lama dengan topik khas pembicaraan “ketemu


teman lama di jalan”. Ya, tentang sekarang tinggal di mana-lah, lagi sibuk ngapain, udah punya pacar belum… Dan Olin ga’ heran kalau Yoga udah gonta-ganti pacar yang ke-sekian kalinya.

Yah, biasa-lah… resiko punya wajah ganteng emang kayak gitu,” celetuknya sambil terkekeh geli. Olin menatapnya dengan tatapan mencela, tapi sesaat kemudian dia tersenyum juga.

Eh, ngomong-ngomong, aku sering liat kamu datang ke sini. Suka baca buku?” tanya Yoga lagi.

Ya, gitu, deh…” jawab Olin sekenanya.

Kamu lagi baca buku apaan?” tanya Yoga yang kelihatannya tidak basa-basi.

Oh, ini? Ini buku tentang Roberta Cowell, mantan pilot pesawat tempur yang ganti kelamin jadi cewek tulen. Aneh, ya? Gimana menurutmu?” tanya Olin seraya memperlihatkan buku yang dari tadi dipegangnya.

Wajar-wajar aja, tuh,” sahut Yoga. Olin mengernyit menatapnya.

Kenapa? Bukankah itu sesuatu yang melanggar kodrat sebagai seorang manusia? Mereka sudah dikodratkan menjadi seorang laki-laki maupun perempuan, ga’ seharusnya mereka mengganti seenaknya apa-apa yang telah mereka punya,” kata Olin mulai beropini. Tapi Yoga cuma tersenyum menanggapinya.

Apa yang kamu ketahui tentang kodrat, Lin? Apa itu adalah sesuatu yang dibawa manusia sejak lahir? Lalu bagaimana dengan kasus Cat Steven? Dia dibesarkan dalam lingkungan gereja yang taat beragama, tapi tiba-tiba dia berubah menjadi seorang Muslim sejati,” kata Yoga.

Itu hidayah, kurasa. Dan kasus transexual tidak bisa disamakan dengan sesuatu yang seperti baru saja kamu ceritakan tadi,” tukas Olin cepat-cepat.

Apa bedanya? Yusuf Islam memilih islam karena dia tidak nyaman dengan agama yang dianut orangtuanya, dan sejak mengenal Islam dia menemukan kebahagiaannya dan merasa itulah jalan yang seharusnya dipilihnya dari dulu. Tak jauh beda dengan…, yah, orang-orang yang melakukan transexual atau semacamnya. Mereka merasakan ketidaknyamanan dengan posisi mereka saat ini… Mereka merasa terjebak dalam tubuh yang salah dan semacamnya,” jelas Yoga panjang lebar. Olin menatapnya dengan pandang penuh tanya. Itu sama sekali tidak seperti itu…pikirnya.

Sekarang Olin menyadari ada sesuatu yang lain dari Yoga yang dulu. Yoga yang dikenalnya dulu adalah sosok yang ga’ mau tahu dan ga’ mungkin bisa bicara seperti tadi kalau sedang dimintai pendapat.

Dan kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?”
Yoga menatapnya tajam dan saat itulah Olin merasa perasaannya pada cowok manis ini ga’ berubah, sama seperti lima tahun yang lalu.

Karena, kita ga’ bisa men-judge seseorang hanya dari penampilannya saja. Kita ga’ tau, kenapa mereka berbuat seperti itu ‘kan?” kata Yoga santai. Olin mengangguk dalam diam.

Saat tiba di rumah beberapa waktu kemudian, Olin masih memikirkan kata-kata Yoga di toko buku tadi. Ada yang aneh dalam kata-kata Yoga. Walaupun Olin belum pernah belajar psikologi, tapi dia tahu ada yang disembunyikan dari kata-kata Yoga tadi.

Dan pertanyaan-pertanyaan yang dirasa Olin hampir saja mengambang ke permukaan tanpa jawaban itu, akhirnya terjawab sudah saat dia menerima telepon dari Nina, sahabat kentalnya saat di SMP dulu.

Yoga?! Kamu masih ada perasaan sama dia?” adalah kata-kata pertama yang diucapkan Nina saat Olin baru mengucapkan kata Yoga. Kata-kata Nina terdengar sinis dan meremehkan. Olin menduga kalau nada bicaranya menjadi seperti itu mungkin karena menyimpan perasaan pada seorang cowok yang ga’ mungkin berpaling padamu selama lima tahun adalah suatu hal paling konyol. Tapi ternyata bukan itu.

Enggak! Emangnya aku bilang gitu?” elak Olin. Lalu dia menceritakan pertemuannya dengan Yoga seminggu yang lalu serta percakapan singkatnya dengan Yoga.

Pantes aja dia ngomong gitu…” komentar Nina setelah Olin selesai bercerita. Olin heran.

Kenapa emangnya?” tanyanya.

Lho, jadi kamu ga’ tahu?”

Tau apa?”

Itu, Yoga…”

Ya, dia kenapa?”

Dia ‘kan… banci,” sahut Nina. Olin masih belum menangkap kata-kata Nina.

Dari dulu ‘kan? Dia emang bukan cowok gentle kaya…”

Ya, ampun, Lin… Ini banci dalam arti sebenarnya. Waria, maksudku…”

Olin terdiam sesaat.

Apa, Nin?”

Iya, waria… Jadi selama ini kamu ga’ tahu? Aduhh, Lin, itu udah berita dari dulu. O iya, kamu ‘kan SMA ga’ sama kita, ya? Sejak lulus SMA dia berubah. Sejak dia ikut lembaga kemasyarakatan dan bergaul dengan para waria. Dia jadi lebih feminim, yah, walaupun di mata gadis-gadis yang belum kenal dekat dengannya dia masih kelihatan macho. Tapi dari dalam ada yang berubah dari Yoga. Aku tahu itu saat aku bertemu dengannya setahun yang lalu. Dia bahkan bilang kalau dia punya kesempatan, dia ingin…” Nina tidak melanjutkan kata-katanya.

Apa?”

Transeksual.”

@@@


Bukannya Olin tidak mempercayai kata-kata Nina yang dari dulu dipercayainya. Tapi karena memang dia tidak mau percaya kalau itu benar terjadi. Maka siang ini selepas kuliah, Olin mampir ke toko buku yang biasanya, tempat dia bertemu Yoga dua minggu yang lalu. Saat dia tiba di toko buku itu, tempat itu ramai seperti biasanya. Olin melempar pandang ke seluruh ruangan, mencari-cari sosok Yoga. Tapi tidak ada sosok Yoga yang berbalut seragam karyawan toko buku itu. Olin lalu menghampiri seorang perempuan muda yang berdiri di belakang meja kasir.

Mbak, mau tanya… Mm, karyawan yang namanya Yoga Pernama Putra hari ini masuk?” tanya Olin. Perempuan itu menatap Olin dengan pandangan penuh tanya.

Yoga… keponakannya Pak Burhan, pemilik toko ini?” tanyanya.

Ya.”

Oh, dia udah ga’ di sini lagi. Udah seminggu ga’ ke sini,” jawab perempuan itu ramah.

Seminggu? Mbak tau alasannya kenapa dia ga’ di sini lagi?”

Dia cuma bantu-bantu aja di sini. Bukan pekerja tetap. Mungkin udah bosen. Denger-denger dia anak orang kaya, jadi ga’ mungkin betah kerja kaya’ gini. Lagian dia ‘kan keponakannya Pak Burhan, seorang paman yang baik kayak Pak Burhan ga’ mungkin ngebiarin keponakannya bekerja lama-lama di tokonya sendiri,” jelas perempuan itu.

Mbak tau di mana saya bisa menghubungi dia?” tanya Olin.

Wah, saya ga’ begitu tau kalo’ itu, dek… Kayaknya ada sesuatu yang penting banget. Temen kuliahnya, ya? Atau temen deketnya?” perempuan itu tersenyum malu-malu pada Olin. Olin hanya tersenyum samar.

Ng, temen SMP-nya, koq, mbak… Ya, udah, makasih, ya, mbak?”

Kalau ada sesuatu yang ingin disampaikan, dititipin saya aja. Nanti kalau dia ke sini, mbak sampaikan,” kata perempuan itu. Olin terdiam sebentar.

Gini aja, punya kertas, mbak?”

Perempuan itu memberikan Olin sebuah memo kecil yang lucu dan masih baru. Lalu Olin mulai menuliskan sesuatu di halaman pertama memo itu.

Buat Yoga…

Sebelum aku ketemu kamu di toko buku ini, sehari sebelumnya temenku menanyakan sesuatu padaku. Tentang arti cinta pertama bagiku. Aku ga’ menjawab waktu dia menanyakan hal itu padaku. Tapi sehari setelah itu, tepatnya saat aku bertemu denganmu, aku baru bisa menjawabnya. Arti cinta pertama bagiku adalah, yah, kau tahulah…Tapi kemudian, setelah aku sadar bahwa perasaanku masih sama seperti dulu, aku mendengar sesuatu yang lain, suatu pernyataan yang menyakitkan. Sesuatu yang berhubungan dengan apa yang kita bicarakan di toko buku ini. Dan kalau itu benar, apakah berarti kamu sudah menemukan arti kodrat bagi manusia, minimal bagi dirimu sendiri? Apakah kamu sudah yakin dengan jalan yang kau pilih, sahabatku? Kalau kamu sudah menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaanku ini, temui aku di toko buku ini.

Olin

@@@

Empat tahun kemudian…

Olin memasuki toko buku yang selalu dikunjunginya setiap akhir minggu saat dia masih duduk di bangku kuliah. Senyum rindu akan tempat yang dulu sering dikunjunginya untuk mengusir penat di tengah-tengah sibuknya mengurus tugas kuliah tersungging di bibirnya. Tempat itu masih sama seperti saat Olin mengunjunginya terakhir kali dua tahun yang lalu. Masih penuh sesak oleh anak-anak kuliah. Bedanya sekarang adalah bahwasannya Olin bukanlah anak kuliahan seperti mereka, dia sudah menjadi guru pembantu di sebuah SD negri terkenal di kota itu.

Olin berjalan ke arah rak tempat buku-buku favoritnya, tempat yang dulu sering dijadikan tempatnya berdiri berlama-lama hanya untuk sekedar membaca-baca buku saja tanpa membelinya. Olin membuka sebuah buku tebal yang diberi tanda ‘best selling novel’. Sekarang sudah jarang sekali dia membaca-baca buku seperti itu. Hampir tidak ada waktu bahkan untuk sekedar membaca sinopsisnya saja. Tapi hari ini entah kenapa dia rindu sekali dengan tempat itu. Saat sedang mengembalikan buku itu ke tempatnya, seorang wanita muda yang sangat cantik berjalan melewati Olin dan berdiri membelakanginya. Olin mengerling padanya sebentar. Dia seperti pernah melihat wanita itu. Dari dandanannya sepertinya dia dari golongan ke atas menengah. Dan sejauh yang dia tahu, dia belum pernah punya kenalan dari golongan ke atas menengah seperti itu. Lagipula, kalau seumpanya mereka saling mengenal, atau setidaknya wanita itu mengenalnya, pasti ada respon sedikit dan bukannya saling membelakanginya seperti ini. Olin angkat bahu dan kembali menekuri rak-rak buku di depannya.

Sebentar kemudian sebuah lagu diputar melalui pengeras suara yang berada tepat di atas rak di depan tempat Olin berdiri.

And oh my love… I’m holding on forever

Reaching for a love that seem so far…

DEGG!!

Olin terbelalak kaget. Jantungnya terasa berhenti saat itu juga. Bukan karena lagu yang baru diputar itu mengingatkannya pada Yoga yang sekarang entah ada di mana. Dia tiba-tiba saja teringat sesuatu. Tapi segera ditepisnya pikirannya jauh-jauh karena merasa konyol sendiri dengan ‘penemuannya’ itu.

Udah lama ga’ ke sini, ya? Olin ‘kan?” sapa sebuah suara lembut di belakangnya. Olin menoleh dan mendapati wanita cantik itu sekarang berdiri di belakangnya dan sedang tersenyum ke arahnya. Olin menatapnya bingung.

Iya, tapi… saya sepertinya ga’ mengenal Anda,” katanya.

Aku juga tadinya ga’ tahu kalo’ itu kamu, habisnya udah beda, sih. Pake’ jilbab sekarang. Trus aku inget kalo’ aku sering liat kamu berdiri di sini,” kata wanita itu. Olin masih ga’ ngerti.

Tapi, mbak siapa, ya?” tanya Olin lagi.

Masa’ lupa, sih? Aku beda banget, ya? Aku udah terima pesanmu, lho… Tapi baru seminggu yang lalu. Maaf, ya? Habisnya aku ke sini lagi baru sebulan yang lalu,” kata wanita itu. Olin menatapnya penuh tanda tanya. Tunggu! Aku menitip pesan hanya untuk satu orang…dan itu juga buat Yoga, bukan buattunggu! Aku ingat sekarang!

Olin menatap wanita itu dengan kaget dan tak percaya. Pantas saja dia seperti pernah melihat wanita itu di suatu tempat. Pantas saja dia merasa sudah pernah mengenal wanita itu. karena wanita itu adalah…

Yoga??” tanyanya. Yang ditanya cuma tersenyum malu-malu. Olin sama sekali tidak bisa menyembunyikan kekagetannya. Dia masih ternganga tak percaya menatapnya.

Jangan panggil begitu. Sekarang panggil Olga aja. Waktu kamu ke sini buat nitipin pesan itu, aku udah di Amerika ikut Mami-ku. Aku ga’ begitu suka tinggal dengan Papi, karena dia ga’ setuju dengan sikapku yang waktu itu masih berpenampilan laki-laki tapi feminim. Jadi aku memutuskan untuk pergi ke Amrik, negri yang mau menerima orang-orang seperti kami. Dan sekarang, aku udah jadi, yah, wanita tulen seperti kamu. Dan kamu tau, Lin? Aku bahagia dengan diriku yang sekarang. Dulu aku merasa aku seperti membohongi diriku sendiri dan merasa ga’ bebas dengan semuanya. Sepakbola, nge-band, punya cewek banyak… semuanya itu aku lakukan hanya untuk menutupi kegalauan yang ada dalam diriku. Tapi sekarang aku bisa melakukan apa saja tanpa takut dengan pandangan orang tentang ‘melanggar kodrat’,” kata Yoga atau Olga, entahlah.

Jadi, kamu sudah tahu apa itu kodrat, Ga?” tanya Olin.

Belum, Lin. Tapi aku tahu inilah takdirku. Takdirku adalah hidup sebagai seorang perempuan, bukan sebagai seorang laki-laki. Jadi, tidak ada salahnya aku memperbaiki sedikit kesalahan,” kata Olga.

Jadi, kamu berpendapat bahwa Tuhan telah melakukan kesalahan dengan menjadikanmu sebagai seorang laki-laki?” kata Olin ga’ percaya.

Begitulah…”

Oke. Kamu sudah mengambil keputusan. Kamu pernah mengajariku supaya jangan pernah mengadili seseorang dari sisi eksternalnya saja, tapi juga dari sisi internalnya. Tapi, maaf, Ga, aku belum bisa menerima alasan internal yang dapat aku masukan sebagai alasan masuk akal selain keputusasaan seseorang akan pencarian jati dirinya yang sempat hilang setelah perceraian orang tuanya. Padahal aku yakin sekali kalau kamu juga pernah belajar Al- Qur’an saat SMP dan pernah mendengar satu ayat tentang jangan pernah berputus asa dalam rahmat Allah. Bukankah kamu dulu juga sering diajari untuk selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an agar tidak menyimpang dari jalanNya? Aku juga yakin sekali kalau kamu pernah mendengar ayat tentang bahwasannya Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, dan tidak ada seorang manusia pun yang berhak mengubah ciptaanNya?” Olin menghela napas panjang.

Jadi, kau berpikir kalau aku sudah menyimpang?”

Ya, maaf saja. Karena kamu sudah pernah diajari agama, kenapa kamu melupakan ilmu yang begitu penting, Ga? Kenapa kamu ga’ bersyukur sudah ada di dunia ini? Kamu sudah diberi kesempatan yang bagus untuk hidup di dunia ini. Tidak ada yang bermasalah dengan anggota tubuhmu. Kurang apa lagi?” Olin terdiam sebentar, lalu dia menarik nafas panjang dan mulai berkata lagi,”Maaf, kalau aku emosi. Tapi sampai sekarang pun aku masih belum bisa mengerti dan menerima alasan orang-orang sepertimu melakukan hal yang… Yoga, aku minta maaf. Aku ga’ bermaksud menyakitimu. Kamu terlalu cepat mengambil keputusan. Padahal kalau kamu mau bercerita padaku, aku mau membantumu,” Olin menarik nafas panjang, menunggu Yoga untuk mengucapkan sesuatu. Tapi dia hanya menatap Olin lekat-lekat, tidak mengucapkan sepatah katapun.

Yog, maaf…aku ga’ bisa menjadi teman yang baik dan bisa mengerti kamu. Tapi ini terlalu menyakitkan buatku. Aku tahu, aku seharusnya cepat-cepat melupakan masa lalu dan… menghapus kenangan bahwa dulu kamu adalah cinta pertamaku,” kata Olin setengah tertawa setengah menahan perih yang sekarang bercokol di hatinya. Yoga tiba-tiba meraih tangannya.

Tidak perlu minta maaf. Kamu adalah satu-satunya teman yang memperhatikan aku sampai sejauh ini. Orangtuaku pun bahkan tidak mau tahu. Tapi aku sudah mengambil keputusan, Lin, dan ini adalah jalanku. Aku tahu, aku membuat semua orang kecewa termasuk kamu. Tapi sudah terlambat untuk mengetahui semua kebenaran, Lin,” kata Yoga seraya melepas tangannya.

Itukah yang kau pikirkan? Apakah kau benar-benar akan mengambil jalan ini? tapi semua pertanyaan itu hanya berhenti sampai tenggorokannya saja.

Lin, minggu depan aku akan ke Amrik. Aku akan tinggal di sana, dan tidak tahu pasti kapan akan kembali ke Indonesia. Ibuku sudah mendapat pekerjaan tetap di sana. Aku masih sangat bergantung pada ibuku, kau tahu? Jadi, mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita,” kata Yoga seraya menatap Olin sedih. Olin balas menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ini semua terlalu menyakitkan buatnya. Asal kau tahu, Yog… perasaanku padamu masih sama dari dulu, meski sekarang kamu bukan Yoga yang dulu, batin Olin perih.

Yah, sudah saatnya kita menempuh jalan kita masing-masing,” kata Olin.

Mereka terdiam sesaat, membiarkan perasaan mereka dilenakan oleh suara empuk Shane Filan.

Aku harus pulang sekarang, kurasa,” kata Olin sesaat kemudian. Saat dia menjabat tangan Yoga untuk terakhir kalinya, Yoga menggenggam tangannya erat.

Kamu boleh membenciku dengan keadaanku yang sekarang, Lin… Aku memang pantas mendapatkannya. Maafkan aku juga, tidak bisa membahagiakanmu sebagai seorang sahabat. Padahal seperti yang banyak kudengar, cinta pertama akan berakhir bahagia,” kata Yoga sambil tertawa renyah. Olin tersenyum getir dan tidak mengucapkan apa-apa.

Boleh aku meminta sesuatu darimu?” tanya Yoga. Olin menatapnya lalu mengangguk.

Mungkin aku bukan Yoga yang dulu, cowok ABG yang jadi idola banyak cewek. Cowok yang dulu pernah ada di hatimu, yang membuatmu berdebar-debar saat bertatap muka. Tapi ada satu yang ingin aku minta darimu, jangan pernah lupakan kenangan itu. Jangan lupakan Yoga yang dulu pernah mengisi hatimu,” kata Yoga lembut. Olin hanya mengangguk. Yoga tersenyum. Mungkin itu adalah senyuman terakhir yang bisa dilihat Olin dari seorang Yoga.

Lalu setelah mengucapkan salam perpisahan, Olin meninggalkan toko buku itu. Mungkin ini terakhir kalinya dia mengunjungi toko buku itu. Tanpa pernah diketahui oleh Yoga maupun Olin sendiri, saat keduanya berjalan terpisah dan saling membelakangi, airmata jatuh dari mata masing-masing. Entah airmata haru atau kepedihan yang tak tertahankan. @@@